Pasardana.id – Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 31 tahun 2019 tentang Pelaksanaan atas Undang Undang (UU) Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal yang telah ditandatangani oleh Presiden RI Joko Widodo.
Hanya saja, dengan mempertimbangkan berbagai kepentingan termasuk kepentingan dunia usaha, maka kewajiban sertifikasi halal secara teknis operasional akan diterapkan secara bertahap dan akan diatur dalam bentuk Peraturan Menteri Agama (PMA) tentang Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal.
Meski demikian, sesuai dengan amanat UU No. 33/2014, tanggal 17 Oktober 2019 adalah batas waktu implementasi Jaminan Produk Halal (JPH) dalam bentuk sertifikasi halal dan secara hukum, materi muatan UU tersebut sudah dapat dijalankan sebagaimana mestinya. Terbitnya PP JPH ini tentu saja disambut baik oleh Kamar Dagang Dan Industri (Kadin) Indonesia.
Ketua Komite Tetap Timur Tengah dan OKI Kadin Indonesia Fachry Thaib dalam sebuah diskusi terbatas, Jakarta, Selasa (9/7/2019) mengatakan optimismenya terhadap PP JPH ini tidak akan menyulitkan dunia usaha termasuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Bahkan, menurutnya UMKM akan diperlakukan khusus, terutama dalam upaya meringankan biaya sertifikasi.
“Agar UU dan PP ini dapat diimplimentasikan secara optimal, harus ada upaya tricle down effect yang maksimal, sehingga manfaatnya dapat segera dirasakan pada semua strata pelaku usaha terutama UMKM,” kata dia.
Dirinya juga berharap jika nantinya PP JPH ini bisa segera diimplementasikan dengan baik.
“Kami pun berharap kepada pemerintah (Kementerian Agama RI) agar UU dan PP JPH ini dapat diimplementasikan dengan baik serta tidak menimbulkan restriksi di dalam masyarakat dan pelaku usaha,” ucap
Menurut Fachry, disamping perangkat peraturan (UU dan PP) yang dapat diartikan sebagai upaya top-down, maka harus ada upaya yang bersifat bottom-up, yaitu penerapan upaya literasi terutama kepada para pelaku UMKM, bagaimana menumbuhkan karakter pelaku usaha sehingga mereka memahami bahwa produk halal dapat meningkatkan dan memperkuat pertumbuhan usaha mereka.
Ia menjelaskan, industri halal tidak dapat dilepaskan dari teknologi, karena kedepan persaingan bisnis barang konsumtif halal, berkualitas dan healthy (halalan thoyyiban) akan sangat bergantung kepada teknologi yang digunakan. Di Indonesia, teknologi pangan (food science) telah berkembang cukup pesat dan bahkan di beberapa universitas besar telah dibuka program studi (prodi) teknologi pangan.
Oleh sebab itu, di dalam industri produk makanan halal harus diikutsertakan perguruan tinggi dan akademisinya sebagai bagian dari elemen rantai bisnis industri produk halal, karena mereka memiliki fasilitas dan program riset produk halal.
Diketahui, saat ini UMKM menyumbang hingga lebih dari 60 persen terhadap PDB dan secara jumlah usaha kecil di Indonesia mencapai 93,4 persen, kemudian usaha menengah 5,1 persen, dan yang besar hanya baru 1 persen.
Sementara, persaingan ekspor produk halal dunia meningkat secara signifikan seiring dengan peningkatan pertumbuhan konsumen produk halal. Hal ini menjadi salah satu topik bahasan dalam acara Sidang Tahunan Islamic Chamber of Commerce, Industry and Agriculture (ICCIA) di Jakarta pada Oktober 2018 yang lalu.
Selama tahun 2018 diperkirakan perdagangan produk halal mencapai USD2,8 triliun yang terdiri USD1,4 triliun adalah perdagangan makanan dan minuman, lalu USD506 miliar perdagangan obat dan farmasi, kemudian kosmetik sebesar USD230 miliar dan produk lainnya sebesar USD660 miliar.
Walaupun masalah ekspor belum diatur didalam UU JPH, namun dengan adanya sarana dan prasarana halal seperti pembangunan Kawasan Industri Halal diharapkan akan meningkatkan daya saing produk halal Indonesia di pasar dunia. Saat ini, sedang disiapkan Peraturan Menteri Perindustrian tentang Pedoman Penetapan dan Evaluasi Kawasan Industri Halal.
Oleh karenanya, pihaknya mengajak semua elemen pelaku usaha baik untuk perdagangan domestik dan ekspor agar segera menyiapkan diri dalam menyongsong era halal Indonesia. Apalagi dalam persaingan pasar regional ASEAN, Indonesia masih jauh tertinggal dari Malaysia, Thailand dan Singapura.
“Para pelaku usaha nasional harus bersatu untuk mengejar ketertinggalan ini dan merebut sebanyak mungkin pangsa produk halal global,” tandasnya
Fachri Thaib: Kadin Timur Tengah Fokus Tingkatkan Ekspor HAJIUMRAHNEWS – Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Komite Tetap Timur Tengah dan OKI (KT3-OKI) menggelar acara Silaturahmi pengurus Business Council pada Senin...
indopos.co.id - Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) nomor 31 tahun 2019, tentang Pelaksanaan atas Undang-Undang (UU) Nomor 33 Tahun 2014, tentang Jaminan Produk Halal. Sesuai amanat UU...